Aku terbangun karena hp ku berdering. Kulihat Dina, abg smu yang kugarap tadi malam, masih
terlelap. Toketnya yang montok bergerak seiring dengan tarikan napasnya. Pengen aku
menggelutinya lagi, tetapi temanku Ardi sedang menunggu diujung hp. Aku keluar kamar supaya
Dina gak terganggu dengan pembicaraanku.
"Baru bangun ya", terdengar suara Ardi diujung sana.
"Iya, mau ngapain pagi gini dah nelpon, masih ngantuk", jawabku.
"Gini ari baru bangun, udah jam 10 nih. Pasti ngegarap abg ya".
"La iya lah", jawabku. "Ada apa".
"Tuker abg yuk, aku semalam main ama pembantu sebelah".
"Pembantu? emangnya gak ada cewek yang lain", kataku, rada kesel. Masak Dina mau dituker
ama pembantu.
"Tunggu dulu, biar pembantu Ines cantik kaya anak gedongan. Bodinya montok banget dan
napsunya gede banget, maunya terus2an main. Kamu pasti puas lah main ama dia".
"Masak sih, kalo cewekku Dina, anak SMU, montok dan binal kalo di ranjang", jawabku lagi.
"Ya udah, kita tukeran pasangan aja, mau enggak. Kalo mau aku ama Ines cabut kerumahmu
sekarang".
Aku tertarik juga dengan tawaran, pengen juga aku ngeliat kaya apa sih pembantu yang katanya
kaya anak gedongan, "Ok, dateng aja". Pembicaraan terhenti. Aku kembali ke kekamar. Dina udah
bangun. "Ada apa om, mau maen lagi gak", katanya sambil tersenyum. "Belum puas semalem ya
Din. Temen om tadi nelpon ngajakin om tuker pasangan. Dina mau gak maen ama temennya om.
Dia juga ahli kok nggarap cewek abg kaya Dina", jawabku. "Kalo nikmat ya Dina sih mau aja", Dina
bangun dari tempat tidur dan masuk kamar mandi. Aku menyusulnya. Sebenarnya aku napsu lagi
ngeliat Dina yang masih telanjang bulat, tetapi karena Ines mau dateng ya aku tahan aja napsuku.
Kita mandi sama sambil saling menyabuni sehingga kon tolku ngaceng lagi. "Om, kon tolnya
ngaceng lagi tuh, maen lagi yuk", ajak Dina sambil ngocok kon tolku. "Kan Dina mau maen ama
temennya om, nanti aja maennya. Temen om ama ceweknya lagi menuju kemari", jawabku. Sehabis
mandi, kita sarapan dulu. Dina tetep aja bertelanjang bulat sementara aku cuma pake celana
pendek saja. Selesai makan aku menarik Dina saung dipinggir kolam renang yang ada dibelakang
rumahku. Dina kupeluk dan kuciumi sementara tanganku sibuk meremes2 toket montoknya.
Dinapun gak mau kalah, kon tolku digosok2nya dari luar celana ku. Sedang asik, Ardi dan Ines
datang. Ardi sudah biasa kalo masuk rumahku langsung nyelonong ahja kedalem, karena kami
punya kunci rumah masing2. Ines ternyata cantik juga, seperti bintang sinetron berdarah arab yang
aku lupa namanya. Ines make pakean ketat, sehingga toketnya yang besar tampak sangat
menonjol. Pantatnya yang besar juga tampak sangat menggairahkan. Ines terkejut melihat Dina
yang bertelanjang bulat. Kuperkenalkan Dina pada Ardi, Ardi langsung menggandeng Dina masuk
ke rumah.
"Nes, Ardi bilang dia nikmat banget ngen tot sama kamu, no nok kamu bisa ngempot ya, aku jadi
kepingin ngerasain diempot juga", kataku sambil mencium pipinya. "Nes, kamu napsuin banget,
tetek besar dan pantat juga besar". "Dina kan juga napsuin pak", jawabnya sambil duduk
disebelahku di dipan. "Jangan panggil pak dong, panggil om. Kan saya belum tua", kataku sambil
memeluknya. Kucium pipinya sambil jemariku membelai-belai bagian belakang telinganya. Matanya
terpejam seolah menikmati usapan tanganku. Kupandangi wajahnya yang manis, hidungnya yang
mancung lalu bibirnya.
Tak tahan berlama-lama menunggu akhirnya aku mencium bibirnya. Kulumat mesra lalu kujulurkan
lidahku. Mulutnya terbuka perlahan menerima lidahku. Lama aku mempermainkan lidahku di dalam
mulutnya. Lidahnya begitu agresif menanggapi permainan lidahku, sampai-sampai nafas kami
berdua menjadi tidak beraturan. Sesaat ciuman kami terhenti untuk menarik nafas, lalu kami mulai
berpagutan lagi dan lagi. Kubelai pangkal lengannya yang terbuka. Kubuka telapak tanganku
sehingga jempolku bisa menggapai permukaan dadanya sambil membelai pangkal lengannya.
Bibirku kini turun menyapu lehernya seiring telapak tanganku meraup toketnya. Ines menggeliat
bagai cacing kepanasan terkena terik mentari. Suara rintihan berulang kali keluar dari mulutnya di
saat lidahku menjulur menikmati lehernya yang jenjang. "Om...." Ines memegang tanganku yang
sedang meremas toketnya dengan penuh napsu. Bukan untuk mencegah, karena dia membiarkan
tanganku mengelus dan meremas toketnya yang montok."Nes, aku ingin melihat toketmu", ujarku
sambil mengusap bagian puncak toketnya yang menonjol. Dia menatapku. Ines akhirnya membuka
tank top ketatnya di depanku. Aku terkagum-kagum menatap toketnya yang tertutup oleh BH
berwarna hitam. Toketnya begitu membusung, menantang, dan naik turun seiring dengan desah
nafasnya yang memburu. Sambil berbaring Ines membuka pengait BH-nya di punggungnya.
Punggungnya melengkung indah. Aku menahan tangan Ines ketika dia mencoba untuk menurunkan
tali BH-nya dari atas pundaknya. Justru dengan keadaan BH-nya yang longgar karena tanpa
pengait seperti itu membuat toketnya semakin menantang. "toketmu bagus, Nes", aku mencoba
mengungkapkan keindahan pada tubuhnya. Perlahan aku menarik turun cup BH-nya. Mata Ines
terpejam. Perhatianku terfokus ke pentilnya yang berwarna kecoklatan. Lingkarannya tidak begitu
besar sedang ujungnya begitu runcing dan kaku. Kuusap pentilnya lalu kupilin dengan jemariku. Ines
mendesah. Mulutku turun ingin mencicipi toketnya. "Egkhh.." rintih Ines ketika mulutku melumat
pentilnya. Kupermainkan dengan lidah dan gigiku. Sekali-sekali kugigit pentilnya lalu kuisap kuat-
kuat sehingga membuat Ines menarik rambutku. Puas menikmati toket yang sebelah kiri, aku
mencium toket Ines yang satunya yang belum sempat kunikmati. Rintihan-rintihan dan desahan
kenikmatan keluar dari mulut Ines. Sambil menciumi toket Ines, tanganku turun membelai perutnya
yang datar, berhenti sejenak di pusarnya lalu perlahan turun mengitari lembah di bawah perut Ines.
Kubelai pahanya sebelah dalam terlebih dahulu sebelum aku memutuskan untuk meraba no noknya
yang masih tertutup oleh celana jeans ketat yang dikenakan Ines. Aku secara tiba-tiba
menghentikan kegiatanku lalu berdiri di samping dipan. Ines tertegun sejenak memandangku, lalu
matanya terpejam kembali ketika aku membuka jeans warna hitamnya. Aku masih berdiri sambil
memandang tubuh Ines yang tergolek di dipan, menantang. Kulitnya yang tidak terlalu putih
membuat mataku tak jemu memandang. Perutnya begitu datar. Celana jeans ketat yang dipakainya
telihat terlalu longgar pada pinggangnya namun pada bagian pinggulnya begitu pas untuk
menunjukkan lekukan pantatnya yang sempurna. Puas memandang tubuh Ines, aku lalu
membaringkan tubuhku di sampingnya. Kurapikan untaian rambut yang menutupi beberapa bagian
pada permukaan wajah dan leher Ines. Kubelai lagi toketnya. Kucium bibirnya sambil
kumasukkan air liurku ke dalam mulutnya. Ines menelannya. Tanganku turun ke bagian perut lalu
menerobos masuk melalui pinggang celana jeans Ines yang memang agak longgar. Jemariku
bergerak lincah mengusap dan membelai selangkangan Ines yang masih tertutup CDnya. jari
tengah tanganku membelai permukaan CDnya tepat diatas no noknya, basah. Aku terus
mempermainkan jari tengahku untuk menggelitik bagian yang paling pribadi tubuh Ines. Pinggul Ines
perlahan bergerak ke kiri, ke kanan dan sesekali bergoyang untuk menetralisir ketegangan yang
dialaminya.
aku menyuruh Ines untuk membuka celana jeans yang dipakainya. Tangan kanan Ines berhenti pada
permukaan kancing celananya. Ines lalu membuka kancing dan menurunkan reitsliting celana jeans
-nya. CD hitam yang dikenakannya begitu mini sehingga jembut keriting yang tumbuh di sekitar no
noknya hampir sebagian keluar dari pinggir CDnya. Aku membantu menarik turun celana jeans Ines.
Pinggulnya agak dinaikkan ketika aku agak kesusahan menarik celana jeans Ines. Akupun melepas
celana pendekku. Posisi kami kini sama-sama tinggal mengenakan CD. Tubuhnya semakin seksi
saja. Pahanya begitu mulus. Memang harus kuakui tubuhnya begitu menarik dan memikat, penuh
dengan sex appeal.
Kami berpelukan. Kutarik tangan kirinya untuk menyentuh kon tolku dari luar CD ku. "Oh.." Ines
menyentuh kon tolku yang tegang. "Kenapa, Nes?" tanyaku. Ines tidak menjawab, malah melorotkan
CD ku. Langsung kon tolku yang panjangnya kira-kira 18 cm serta agak gemuk dibelai dan
digenggamnya. Belaiannya begitu mantap menandakan Ines juga begitu piawai dalam urusan yang
satu ini. "Tangan kamu pintar juga ya, Nes,"´ ujarku sambil memandang tangannya yang mengocok
kon tolku. "Ya, mesti dong!" jawabnya sambil cekikikan. "Om sama Dina semalem maen berapa
kali?" tanyanya sambil terus mengurut-urut kon tolku. "Kamu sendiri semalem maen berapa kali
sama Ardi?" aku malah balik berrtanya. Mendapat pertanyaan seperti itu entah kenapa nafsuku
tiba-tiba semakin liar. Ines akhirnya bercerita kalau Arif napsu sekali tadi malem menggeluti dia.
Mau berapa kali Arif meminta, Ines pasti melayaninya. Mendengar perjelasan begitu jari-jariku
masuk dari samping CD langsung menyentuh bukit no nok Ines yang sudah basah. Telunjukku
membelai-belai i tilnya sehingga Ines keenakan. "Kamu biasa ngisep kan, Nes?" tanyaku. Ines
tertawa sambil mencubit kon tolku. Aku meringis. "Kalo punya om mana bisa?" ujarnya.
"Kenapa memangnya?" tanyaku penasaran. "Nggak muat di mulutku," selesai berkata demikian
Ines langsung tertawa kecil. "Kalau yang dibawah, gimana?" tanyaku lagi sambil menusukkan jari
tengahku ke dalam no noknya. Ines merintih sambil memegang tanganku. Jariku sudah tenggelam
ke dalam liang no noknya. Aku merasakan no noknya berdenyut menjepit jariku. Ugh, pasti nikmat
sekali kalau kon tolku yang diurut, pikirku. Segera CD nya kulepaskan.
Perlahan tanganku menangkap toketnya dan meremasnya kuat. Ines meringis. Diusapnya lembut
kon tolku keras banget. Tangannya begitu kreatif mengocok kon tolku sehingga aku merasa
keenakan. Aku tidak hanya tinggal diam, tanganku membelai-belai toketnya yang montok.
Kupermainkan pentilnya dengan jemariku, sementara tanganku yang satunya mulai meraba jembut
lebat di sekitar no nok Ines. kuraba permukaan no nok Ines. Jari tengahku mempermainkan i tilnya
yang sudah mengeras. kon tolku kini sudah siap tempur dalam genggaman tangan Ines, sementara
no nok Ines juga sudah mulai mengeluarkan cairan kental yang kurasakan dari jemari tanganku
yang mengobok-obok no noknya. Kupeluk tubuh Ines sehingga kon tolku menyentuh pusarnya.
Tanganku membelai punggung lalu turun meraba pantatnya yang montok. Ines membalas pelukanku
dengan melingkarkan tangannya di pundakku. Kedua telapak tanganku meraih pantat Ines, kuremas
dengan sedikit agak kasar lalu aku menaiki tubuhnya. Kaki Ines dengan sendirinya mengangkang.
Kuciumi lagi lehernya yang jenjang lalu turun melumat toketnya. Telapak tanganku terus membelai
dan meremas setiap lekuk dan tonjolan pada tubuh Ines. Aku melebarkan kedua pahanya sambil
mengarahkan kon tolku ke bibir no noknya. Ines mengerang lirih. Matanya perlahan terpejam.
Giginya menggigit bibir bawahnya untuk menahan laju birahinya yang semakin kuat. Ines menatap
ku, matanya penuh nafsu seakan memohon kepadaku untuk memasuki no noknya.
"Aku ingin mengen totmu, Nes" bisikku pelan, sementara kepala kon tolku masih menempel di
belahan no nok Ines. Kata ini ternyata membuat wajah Ines memerah. Ines menatapku sendu lalu
mengangguk pelan sebelum memejamkan matanya. aku berkonsentrasi penuh dengan menuntun
kon tolku yang perlahan menyusup ke dalam no nok Ines. Terasa seret, memang, nikmat banget
rasanya. Perlahan namun pasti kon tolku membelah no noknya yang ternyata begitu kencang
menjepit kon tolku. no noknya begitu licin hingga agak memudahkan kon tolku untuk menyusup lebih
ke dalam. Ines memeluk erat tubuhku sambil membenamkan kuku-kukunya di punggungku hingga
aku agak kesakitan. Namun aku tak peduli. "Om, gede banget, ohh.." Ines menjerit lirih. Tangannya
turun menangkap kon tolku. "Pelan om". Soalnya aku tahu pasti ukuran kon tol Ardi tidaklah sebesar
yang kumiliki. Akhirnya kon tolku terbenam juga di dalam no nok Ines. Aku berhenti sejenak untuk
menikmati denyutan-denyutan yang timbul akibat kontraksi otot-otot dinding no nok Ines. Denyutan
itu begitu kuat sampai-sampai aku memejamkan mata untuk merasakan kenikmatan yang begitu
sempurna. Kulumat bibir Ines sambil perlahan-lahan menarik kon tolku untuk selanjutnya
kubenamkan lagi. Aku menyuruh Ines membuka kelopak matanya. Ines menurut. Aku sangat
senang melihat matanya yang semakin sayu menikmati kon tolku yang keluar masuk dari dalam no
noknya. "Aku suka no nokmu, Nes.. no nokmu masih rapet" ujarku sambil merintih keenakan.
Sungguh, no nok Ines enak sekali. "Kamu enak kan, Nes?" tanyaku lalu dijawab Ines dengan
anggukan kecil. Aku menyuruh Ines untuk menggoyangkan pinggulnya. Ines langsung mengimbangi
gerakanku yang naik turun dengan goyangan memutar pada pinggangnya. "Suka kon tolku, Nes?"
tanyaku lagi. Ines hanya tersenyum. kon tolku seperti diremas-remas ditambah jepitan no noknya.
"Ohh.. hh.." aku menjerit panjang. Rasanya begitu nikmat. Aku mencoba mengangkat dadaku,
membuat jarak dengan dadanya dengan bertumpu pada kedua tanganku. Dengan demikian aku
semakin bebas dan leluasa untuk mengeluar-masukkan kon tolku ke dalam no nok Ines.
Kuperhatikan kon tolku yang keluar masuk dari dalam no noknya. Dengan posisi seperti ini aku
merasa begitu jantan. Ines semakin melebarkan kedua pahanya sementara tangannya melingkar
erat di pinggangku. Gerakan naik turunku semakin cepat mengimbangi goyangan pinggul Ines yang
semakin tidak terkendali. "Nes.. enak banget, kamu pintar deh." ucapku keenakan. "Ines juga, om",
jawabnya. Ines merintih dan mengeluarkan erangan-erangan kenikmatan. Berulang kali mulutnya
mengeluarkan kata, "aduh" yang diucapkan terputus-putus. Aku merasakan no nok Ines semakin
berdenyut sebagai pertanda Ines akan mencapai puncak pendakiannya. Aku juga merasakan hal
yang sama dengannya, namun aku mencoba bertahan dengan menarik nafas dalam-dalam
lalu bernafas pelan-pelan untuk menurunkan daya rangsangan yang kualami. Aku tidak ingin segera
menyudahi permainan ini hanya dengan satu posisi saja. Aku mempercepat goyanganku ketika
kusadari Ines hampir nyampe. Kuremas toketnya kuat seraya mulutku menghisap dan menggigit
pentilnya. Kuhisap dalam-dalam. "Ohh.. hh.. om.." jerit Ines panjang. Aku membenamkan kon tolku
kuat-kuat ke no noknya sampai mentok agar Ines mendapatkan kenikmatan yang sempurna.
Tubuhnya melengkung indah dan untuk beberapa saat lamanya tubuhnya kejang. Kepalaku ditarik
kuat terbenam diantara toketnya. Pada saat tubuhnya menyentak-nyentak aku tak sanggup untuk
bertahan lebih lama lagi. "Nes, aakuu.. keluaarr, Ohh.. hh.." jeritku. Ines yang masih merasakan
orgasmenya mengunci pinggangku dengan kakinya yang melingkar di pinggangku. Saat itu juga
aku memuntahkan peju hangat dari kon tolku. Kurasakan tubuhku bagai melayang. secara spontan
Ines juga menarik pantatku kuat ke tubuhnya. Mulutku yang berada di belahan dada Ines kuhisap
kuat hingga meninggalkan bekas merah pada kulitnya. Telapak tanganku mencengkram toket Ines.
Kuraup semuanya sampai-sampai Ines kesakitan. Aku tak peduli lagi. Pejuku akhirnya muncrat
membasahi no noknya. Aku merasakan nikmat yang tiada duanya ditambah dengan goyangan
pinggul Ines pada saat aku mengalami orgasme. Tubuhku akhirnya lunglai tak berdaya di atas tubuh
Ines. kon tolku masih berada di dalam no nok Ines. Ines mengusap-usap permukaan punggungku.
"Ines puas sekali dien tot om,” katanya. Aku kemudian mencabut kon tolku dari no noknya. Dari
dalam Ardi keluar sudah berpakaian lengkap. "Pulang yuk Nes, sudah sore", ajaknya.
Aku masuk kembali ke kamar. Dina ada di kamar mandi dan terdengar shower nyala. Aku bisa
mendengarnya karena pintu kamar mandi tidak ditutup. Tak lama kemudian, shower terdengar
berhenti dan Dina keluar hanya bercelana pendek. Ganti aku yg masuk ke kamar mandi, aku hanya
membersihkan tubuhku. Keluar dari kamar mandi, Dina berbaring diranjang telanjang bulat.
"Kenapa Din, lemes ya dien tot Ardi", kataku. "Lebih enak ngen tot sama om, kon tol om lebih besar
soalnya", jawab Dina tersenyum. "Malem ini kita men lagi ya om". Hebat banget Dina, gak ada
matinya. Pengennya dien tot terus. "Ok aja, tapi sekarang kita cari makan dulu ya, biar ada tenaga
bertempur lagi nanti malem", kataku sambil berpakaian. Dina pun mengenakan pakaiannya dan
kita pergi mencari makan malem.
Kembali ke rumah sudah hampir tengah malem, tadi kita selain makan santai2 di pub dulu. Di
kamar kita langsung melepas pakaian masing2 dan bergumul diranjang. Tangan Dina bergerak
menggenggam kon tolku. Aku melenguh seraya menyebut namanya. Aku meringis menahan
remasan lembut tangannya pada kon tolku. Dina mulai bergerak turun naik menyusuri kon tolku yang
sudah teramat keras. Sekali-sekali ujung telunjuknya mengusap kepala kon tolku yang sudah licin
oleh cairan yang meleleh dari liangnya. Kembali aku melenguh merasakan ngilu akibat usapannya.
Kocokannya semakin cepat. Dengan lembut aku mulai meremas-remas toketnya. Tangan Dina
menggenggam kon tolku dengan erat. Pentilnya kupilin2. Dina masukan kon tolku kedalam mulutnya
dan mengulumnya. Aku terus menggerayang toketnya, dan mulai menciumi toketnya. Napsuku
semakin berkobar. Jilatan dan kuluman Dina pada kon tolku semakin mengganas sampai-sampai
aku terengah-engah merasakan kelihaian permainan mulutnya. Aku membalikkan tubuhnya hingga
berlawanan dengan posisi tubuhku. Kepalaku berada di bawahnya sementara kepalanya berada di
bawahku. Kami sudah berada dalam posisi enam sembilan! Lidahku menyentuh no noknya dengan
lembut. Tubuhnya langsung bereaksi dan tanpa sadar Dina menjerit lirih. Tubuhnya meliuk-liuk
mengikuti irama permainan lidahku di no noknya. Kedua pahanya mengempit kepalaku seolah ingin
membenamkan wajahku ke dalam no noknya. kon tolku kemudian dikempit dengan toketnya dan
digerakkan maju mundur, sebentar. Aku menciumi bibir no noknya, mencoba membukanya dengan
lidahku. Tanganku mengelus paha bagian dalam. Dina mendesis dan tanpa sadar membuka kedua
kakinya yang tadinya merapat.
Aku menempatkan diri di antara kedua kakinya yang terbuka lebar. kon tol kutempelkan pada bibir
no noknya. Kugesek-gesek, mulai dari atas sampai ke bawah. Naik turun. Dina merasa ngilu
bercampur geli dan nikmat. no noknya yang sudah banjir membuat gesekanku semakin lancar
karena licin. Dina terengah-engah merasakannya. Aku sengaja melakukan itu. Apalagi saat kepala
kon tolku menggesek-gesek i tilnya yang juga sudah menegang. "Om.?" panggilnya menghiba.
"Apa Din", jawabku sambil tersenyum melihatnya tersiksa. "Cepetan.." jawabnya. Aku sengaja
mengulur-ulur dengan hanya menggesek-gesekan kon tol. Sementara Dina benar-benar sudah tak
tahan lagi mengekang birahinya. "Dina sudah pengen dien tot om", katanya. Dina melenguh
merasakan desakan kon tolku yang besar itu. Dina menunggu cukup lama gerakan kon tolku
memasuki dirinya. Serasa tak sampai-sampai. Maklum aja, selain besar, kon tolku juga panjang.
Dina sampai menahan nafas saat kon tolku terasa mentok di dalam, seluruh kon tolku amblas di
dalam. Aku mulai menggerakkan pinggulnya pelan2. Satu, dua dan tiga enjotan mulai berjalan
lancar. Semakin membanjirnya cairan dalam no noknya membuat kon tolku keluar masuk dengan
lancarnya. Dina mengimbangi dengan gerakan pinggulnya. Meliuk perlahan. Naik turun mengikuti
irama enjotanku. Gerakan kami semakin lama semakin meningkat cepat dan bertambah liar.
Gerakanku sudah tidak beraturan karena yang penting enjotanku mencapai bagian-bagian peka di
no noknya. Dina bagaikan berada di surga merasakan kenikmatan yang luar biasa ini. kon tolku
menjejali penuh seluruh no noknya, tak ada sedikitpun ruang yang tersisa hingga gesekan kon tolku
sangat terasa di seluruh dinding no noknya. Dina merintih, melenguh dan mengerang merasakan
semua kenikmatan ini. Dina mengakui keperkasaan dan kelihaianku di atas ranjang. Yang pasti
Dina merasakan kepuasan tak terhingga ngen tot denganku. Aku bergerak semakin cepat. kon
tolku bertubi-tubi menusuk daerah-daerah sensitivenya. Dina meregang tak kuasa menahan
napsuku, sementara aku dengan gagahnya masih mengayunkan pinggulku naik turun, ke kiri dan ke
kanan. Erangannya semakin keras. Melihat reaksinya, aku mempercepat gerakanku. kon tolku yang
besar dan panjang itu keluar masuk dengan cepatnya. Tubuhnya sudah basah bermandikan
keringat. Aku pun demikian. Dina meraih tubuhku untuk didekap. Direngkuhnya seluruh tubuhku
sehingga aku menindih tubuhnya dengan erat. Dina membenamkan wajahnya di samping bahuku.
Pinggul nya diangkat tinggi-tinggi sementara kedua tangannya menggapai pantatku dan
menekannya kuat-kuat. Dina meregang. Tubuhnya mengejang-ngejang. "om..", hanya itu yang bisa
keluar dari mulutnya saking dahsyatnya kenikmatan yang dialaminya bersamaku. Aku menciumi
wajah dan bibirnya.
Dina mendorong tubuhku hingga terlentang. Dia langsung menindihku dan menciumi wajah, bibir
dan sekujur tubuhku. Kembali diemutnya kon tolku yang masih tegak itu. Lidahnya menjilati,
mulutnya mengemut. Tangannya mengocok-ngocok kon tolku. Belum sempat aku mengucapkan
sesuatu, Dina langsung berjongkok dengan kedua kaki bertumpu pada lutut dan masing-masing
berada di samping kiri dan kanan tubuhku. no noknya berada persis di atas kon tolku. "Akh!"
pekiknya tertahan ketika kon tolku dibimbingnya memasuki no noknya. Tubuhnya turun perlahan-
lahan, menelan seluruh kon tolku. Selanjutnya Dina bergerak seperti sedang menunggang kuda.
Tubuhnya melonjak-lonjak. Pinggulnya bergerak turun naik. "Ouugghh.. Din.., luar biasa!" jeritku
merasakan hebatnya permainannya. Pinggulnya mengaduk-aduk lincah, mengulek liar tanpa henti.
Tanganku mencengkeram kedua toketnya, kuremas dan dipilin-pilin. Aku lalu bangkit setengah
duduk. Wajah kubenamkan ke dadanya. Menciumi pentilnya. Kuhisap kuat-kuat sambil kuremas-
remas. Kami berdua saling berlomba memberi kepuasan. Kami tidak lagi merasakan panasnya
udara meski kamar menggunakan AC. Tubuh kami bersimbah peluh, membuat tubuh kami jadi
lengket satu sama lain. Dina berkutat mengaduk-aduk pinggulnya. Aku menggoyangkan pantatku.
Tusukan kon tolku semakin cepat seiring dengan liukan pinggulnya yang tak kalah cepatnya.
Permainan kami semakin meningkat dahsyat. Sprei ranjang sudah tak karuan bentuknya, selimut
dan bantal serta guling terlempar berserakan di lantai akibat pergulatan kami yang bertambah liar
dan tak terkendali. AKu merasa pejuku udah mau nyembur. Aku semakin bersemangat memacu
pinggulku untuk bergoyang. Tak selang beberapa detik kemudian, Dina pun merasakan desakan
yang sama. Dina terus memacu sambil menjerit-jerit histeris. Aku mulai mengejang, mengerang
panjang. Tubuhnya menghentak-hentak liar. Akhirnya, pejuku nyemprot begitu kuat dan banyak
membanjiri no noknya. Dina pun rasanya tidak kuat lagi menahan desakan dalam dirinya. Sambil
mendesakan pinggulnya kuat-kuat, Dina berteriak panjang saat mencapai puncak kenikmatan
berbarengan denganku. Tubuh kami bergulingan di atas ranjang sambil berpelukan erat. "om.,
nikmaat!" jeritnya tak tertahankan. Dina lemes, demikian pula aku. Tenaga terkuras habis dalam
pergulatan yang ternyata memakan waktu lebih dari 1 jam! akhirnya kami tertidur kelelahan.
Sabtu, 12 Juli 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar