Sabtu, 12 Juli 2008

Eliza 08

“El, kalo gitu, kita mandi sekarang aja..”, kata Sherly senang. Dengan perasaan tak karuan, aku mengambil baju ganti dan handuk, dan Sherly juga melakukan yang sama. Lalu kami berdua masuk bersama ke dalam kamar mandi, dan setelah pintu tertutup dan terkunci rapat, juga baju ganti dah handuk kami tergantung di tembok, dengan sangat bernafsu Sherly menyergapku, dan mencumbuiku. Aku memejamkan mata berusaha membiasakan diri, karena aku tahu pasti, ini bukan untuk yang terakhir kalinya aku harus bercumbu dengan Sherly.

Perlahan aku membalas cumbuan Sherly, yang makin membakar nafsu temanku ini. Tak lama kemudian Sherly sudah melucuti bajuku, dan aku sendiri mencoba melakukan yang sama walaupun agak canggung. Setelah kami berdua telanjang bulat, kami kembali berpelukan dan saling memagut bibir dengan ganas. Aku sendiri sudah mulai dalam keadaan terbakar nafsu, lidahku kulesakkan ke dalam mulut Sherly dan saling bertaut dengan lidahnya di dalam sana sampai kami saling melepaskan diri karena kehabisan nafas.

“El, aku tahu kok, penjaga vilamu itu bilang kalau aku dan Jenny yang mau sama dia, kamu nggak boleh menyalahkan dia”, kata Sherly. Aku teringat betul, pak Basyir memang sempat berkata seperti itu. “Dan penjaga vilamu itu benar El, kamu nggak boleh nyalahin dia, kalau aku yang deketin dia”, kata Sherly, membuatku tak percaya dengan pendengaranku sendiri. “Hah? Kamu gila ya Sher? Kamu…?”, aku memandangi Sherly mencoba memastikan temanku ini sedang bercanda atau tidak.

“Abisnya, waktu itu aku lihat walaupun penjaga vilamu itu sudah tua, tapi kemarin dia begitu perkasa dan bisa membuat kamu orgasme sampai kamu kelihatan nggak kuat nggak kuat gitu El. Aku jadi kepingin ngerasain kenikmatan yang sampai seperti itu”, kata Sherly, membuatku ternganga. “Tenang aja Sher, kita udah sama sama nggak virgin kok”, bisik Sherly sambil menusukkan satu jarinya pada liang vaginaku dan menggerak gerakkan jari itu dengan lembut, namun seperti mengorek seluruh dinding vaginaku.

“Nggghhh..”, aku melenguh dan menggeliat, perasaanku sangat tersengat, baik oleh rangsangan fisik yang baru saja dilakukan Sherly dengan menusuk liang vaginaku menggunakan jarinya, juga oleh perkataan Sherly tadi tentang keadaanku kemarin ketika aku tak berdaya di bawah keperkasaan pak Basyir, juga masalah kami berdua sudah sama sama sudah nggak virgin. Dan aku jadi membayangkan bagaimana beruntungnya pak Basyir yang akan mendapatkan Sherly dan aku di malam nanti, yang entah kenapa membuatku makin bergairah.

Aku balas menusuk liang vagina Sherly dengan jariku, dan sesaat berikutnya bibir kami kembali saling berpagut. Puting payudara kami saling menempel, dan perlahan kami menurunkan badan dan tiduran di lantai kamar mandi sambil terus bergumul. Aku membiarkan Sherly berbuat sesuka hatinya padaku. Pagutan bibir kami terlepas, dan aku hanya bisa menggigit bibir dan menggeliat pelan menahan nikmat ketika Sherly mulai mencucup puting payudaraku.

Rambutku basah oleh air yang membasahi lantai kamar mandi ini. Sherly memandangku dengan penuh nafsu sambil berbisik, “Kamu sexy abis El kalau rambutmu basah gini”. Lalu dengan sangat bernafsu Sherly menciumi seluruh wajahku sementara kedua pergelangan tanganku yang sudah direntangkan lebar lebar ini dicengkeram erat oleh Sherly seolah olah ia sedang memperkosaku. Perasaan tak berdaya karena aku tak bisa menggerakkan kedua tanganku sementara ada Sherly yang terus mencumbuiku, membuatku dalam keadaan terangsang hebat.

“Sher…”, keluhku. “Iya.. El..?”, tanya Sherly dengan suara yang menggigil layaknya orang terbakar nafsu. “Masukin… Sher..”, aku memohon. “Iya..”, kata Sherly sambil memagut bibirku, dan tangan kanannya melepas cengkeramannya pada pergelangan tangan kiriku, lalu Sherly mengarahkan tangannya ke selangkanganku. Awalnya Sherly mengaduk aduk liang vaginaku hanya menggunakan satu jari, dan itu sudah cukup untuk membuatku terbeliak dan mengerang menahan nikmat. Kini satu lagi jari Sherly melesak masuk menguak liang vaginaku, hingga tubuhku yang tertindih tubuh Sherly ini mengejang hebat.

“Aaaangghh..”, aku mengerang ketika Sherly memainkan dua jari tangannya di dalam liang vaginaku. Aku merasa seolah olah liang vaginaku sedang diserang dua penis kecil, yang mengaduk aduk dinding liang vaginaku kesana kemari, dan aku terus menggeliat keenakan. “Sheer… am..puuun…”, aku orgasme dengan hebat, rasanya cairan cintaku keluar dengan sangat banyak. Sherly tiba tiba beranjak melepaskan tindihannya pada tubuhku, dan ia segera mencari liang vaginaku.

“Auuuughh.. Sheeer… aaaahhh… nggghhhh”, aku melenguh sejadi jadinya ketika Sherly mencucup bibir vaginaku, ia menyedot semua cairan cintaku. Sedangkan tubuhku terus mengejang dan menggeliat sampai akhirnya melemas. Aku benar benar kelelahan, kini aku sudah tak berdaya, nafasku tinggal satu satu. “Sher… udah dulu.. nggak kuat Sher..”, aku memohon. “Mmmm…”, guman Sherly, tapi sepertinya ia mengabulkan permohonanku, dan berbaring di sampingku sambil memelukku.

“El.. kapan kapan kamu ke kosku.. nginap yah… kita lanjutin sampai puas…”, kata Sherly. Aku hanya mengangguk pasrah sambil beringsut, aku meletakkan kepalaku di atas payudaranya Sherly, menikmati keempukannya. Sherly membelai rambutku, dan aku terbuai dalam kenikmatan ini, rasanya aku ingin sekali tidur dalam keadaan seperti ini. Gesekan antara pipiku dan puting payudara Sherly membuat gairahku bangkit, aku mencium dan mencucup puting payudaranya Sherly walau dengan agak canggung.

Sherly menggeliat dan mengeluh, “Auuw.. El.. kamu nakal…”. Aku tersenyum geli dan terus mencucup puting payudara itu sepuasnya. Kini ganti Sherly yang terus menggeliat seperti cacing kepanasan. “Ngghhh.. aduh Eel..”, keluh Sherly. Aku tak perduli, tenagaku sudah mulai kembali dan kini saatnya aku yang bersenang senang. Perlahan kumasukkan jari telunjukku dari tanganku yang kanan ke dalam liang vagina Sherly sambil menatap wajahnya untuk melihat reaksinya.

Sherly menatapku sayu dan penuh penyerahan, membuatku sedikit merasa canggung dan jantungku berdegup kencang. aku belum terlalu terbiasa dengan semua ini, dimana aku sampai seintim ini dengan sesame wanita. Jariku benar benar terbenam dalam liang vagina seorang wanita, dan kurasakan denyutan yang begitu sexy, aku membayangkan bagaimana perasaan para laki laki yang pernah membenamkan penis mereka pada liang vaginaku. Ia mengejang perlahan selama jari tanganku terus melesak ke dalam liang vaginanya yang terasa begitu hangat dan basah oleh cairan cintanya.

Perlahan, jari tengahku kulesakkan ke dalam liang vagina Sherly, membuat ia terbeliak menahan nikmat selama proses tenggelamnya jariku yang kedua ini ke dalam liang vaginanya. “El… aduuuuh…”, keluh Sherly, tubuhnya menggeliat kaku, sementara tangan kirinya mencoba menyingkirkan tanganku yang sedang mengantarnya menunju kenikmatan, dan tak berhasil sama sekali karena tenaga Sherly sudah tidak ada, tubuhnya sudah di luar kuasanya sendiri.

Aku mengerti sekali keadaan Sherly, sekarang ini ia dalam situasi yang sama seperti aku jika liang vaginaku sedang diaduk aduk hingga aku kehilangan semua tenaga untuk meronta, hanya bisa menggeliat mengikuti adukan pada liang vaginaku.. Tangan kanan Sherly tak bisa terlalu ia gerakkan karena tertindih badanku. Dan tangan kiri Sherly terlalu lemah untuk menyingkirkan tanganku. Aku sudah berkuasa atas tubuh Sherly sepenuhnya, kini tinggal aku ingin memaksanya segera orgasme atau tidak. Tapi aku malah ingin mencoba untuk mempermainkan nafsu birahi Sherly.

Aku mempercepat adukan jariku pada liang vagina Sherly, dan ketika kurasakan Sherly hampir orgasme, aku cepat menghentikan adukan jariku. “Ngghh.. Eel.. kamu jahat..”, keluh Sherly manja. Aku menciumi wajahnya seperti yang dilakukan Sherly tadi padaku, kemudian liang vaginanya kembali kuaduk aduk dengan cepat. Saat Sherly hampir orgasme, lagi lagi aku menghentikan adukan jariku. “Eeel.. ayo dooong.. kamu tega ya…”, keluh Sherly dengan memelas, membuatku tak tahan lagi dan ingin segera melihat temanku ini orgasme dengan hebat.

Aku mempercepat adukan jariku hingga Sherly orgasme. “Ngggh… Elizaaa… aaauh…”, Sherly melenguh sambil memelukku saat ia dalam keadaan orgasme hingga aku merasakan sentakan tubuhnya, rasanya jariku seperti diremas di dalam liang vaginanya. Kukeluarkan jariku dan kujilat di depan Sherly dengan pandangan menggoda. Sherly terlalu lemas, ia hanya bisa tersenyum gemas padaku. Kini aku berniat membalas perbuatan Sherly yang terakhir.

“Aaaah…. ampun Eeeeel…”, erang Sherly ketika aku mencucup bibir vaginanya. Tubuh Sherly mengejang dan berkelojotan, tangannya berusaha mendorong kepalaku agar cucupanku terlepas, tapi Sherly terlalu lemah untuk melakukan itu. Akhirnya kurasakan Sherly melemas, ia pasrah saat aku menyedot habis cairan cintanya. Dan rasa cairan cinta Sherly ternyata begitu nikmat, sesekali kulesakkan lidahku ke dalam liang vagina Sherly untuk mendapatkan semua cairan cinta Sherly yang masih ada di dalamnya.

Sherly terus mengerang keenakan.Setelah puas, barulah aku melepaskan cucupanku, lalu membaringkan diriku di sebelah Sherly yang masih tersengal sengal. “Aduh… El.. kamu nakal juga ya…”, kata Sherly di sela nafasnya yang memburu. Aku tersenyum geli, mengingat perlakuan beberapa orang yang pernah menikmati tubuhku kuterapkan pada Sherly sekarang ini.

“Udah Sher, kita mandi beneran yuk. Nanti ketahuan yang lain lagi”, aku mengajak Sherly untuk mengakhiri aksi lesbian kami ini. “Bentar ah.. aku masih capai tau!”, omel Sherly manja. Aku hanya tertawa geli, dan aku sudah bisa berdiri dengan benar, lalu aku mulai mandi di depan Sherly yang masih tiduran dan menatapku. Kusabuni seluruh tubuhku dengan gaya yang menggoda, sesekali payudaraku dan vaginaku kututupi dengan tangan, membuat Sherly memandangku dengan gemas.

“Awas kamu El…”, Sherly berusaha berdiri dan aku menyiramnya dengan air dingin. “Aduh.. ampuun Eeel…”, Sherly memohon mohon dan berusaha menghindar, aku melihat tubuhnya menggigil kedinginan. Aku tertawa senang dan mendekatinya, lalu menyabuni seluruh tubuhnya dengan lembut. Sherly memandangku dengan mesra, ia menyandarkan kepalanya di pundak kiriku. “Thanks ya El”, bisiknya. Aku tersenyum dan mencium pipinya, dan ketika aku memeluknya dengan perasaan sayang, Sherly tiba tiba menangis terisak perlahan.

“Sher.. kamu kenapa?”, tanyaku cemas. “Nggak apa apa El, aku cuma senang dan terharu, kamu baik sekali sama aku. Aku sudah takut kamu akan memandang rendah aku setelah kamu tahu kelainanku dan juga setelah apa yang sudah kulakukan padamu, tapi.. kamu..”, Sherly tak meneruskan kata katanya, ia memelukku dengan erat sambil menangis. Aku terharu juga hingga menitikkan air mata. “Sher…”, gumanku dan aku balas memeluknya.

Tidak ada komentar: